Kali ini saya ingiiin sekali berbagi cerita dan perasaan saya kepada semua yang baca blog saya. Istilahnya saya sedang curhat pada kalian. Siapa tahu ada yang bisa bantu..Seriously, i need your opinion, your suggestion, about what should i do...
Setiap manusia memiliki selera, pendapat, anggapan, pilihan hidup yang berbeda-beda. Hanya satu yang sama, yaitu kita memiliki tujuan hidup, meski lagi-lagi tujuan hidup seperti apakah yang membedakan. Lalu, setiap orang pun memiliki keinginan, bakat, kecerdasan, kemampuan, cita-cita, ketertarikan atas sesuatu, serta kebutuhan hidup yang juga berbeda.
Inti sari seperti itulah yang menjadi dasar curhatan saya...
Mungkin kalau kalian membacanya, banyak prejudice yang mampir, bilang saya banyak maunya lah, saya pilah-pilih lah, saya nggak bersyukurlah, atau juga kata ”WAJAR”, ”GPP”. Instead of, I feel myself like that.
As a fresh graduate, i applied so many job vacancies in many companies, which surely, i apply for a suitable job that relate to my degree, which is Public Relations, Communication. Selama saya belajar Pi-ar, yang saya rasa saya belajar hampir semua, Advertising, Marketing, Media Massa, Photography, Psychology, MC, Legal, Management, until the Public Relations itself. Dalam setiap lamaran, saya selalu melamar untuk posisi yang nyambung sama background saya. Indeed, sekarang banyak kasus salah jurusan, tapi saya, masih dengan pemikiran dan idealisnya saya, saya sebisa mungkin menghindari hal tersebut. Saya sendiri pernah merasa ”Kok rasanya gue salah ambil jurusan ya?”
Contoh, di setiap job fair, paling banyak dibutuhkan tehnik, IT, yang begitu2lah..jarang buat Pi-ar, tapi ya..namanya belum rejeki. Saya juga selalu melihat job description di setiap job vacancy, sekiranya itu pernah saya pelajari, misal admin, saya masih mau.. tapi klo marketing saya nggak mau, meskipun saya belajar, tapi Pi-Ar dengan Marketing itu berbeda.
Okay..saya akan cerita satu persatu hal-hal yang membuat saya dilema..
one day, saya diterima di salah satu bank asing di Indonesia, nggak tanggung2, Bank itu termasuk dalam 5 besar bank di dunia. Bangga dong… Siapa sih yang nggak bangga? Apalagi saya mendapatkannya dengan usaha sendiri, ini salah satu achievement saya, ternyata saya capable. Saya mampu masuk Bank itu. Sebenarnya, saya melamar sudah lamaa sekali, sekitar bulan november tahun lalu, sewaktu saya belum mendapatkan ijazah, baru SKL [surat keterangan lulus], dan itu untuk posisi Planning Officer. Dimana secara job description yang disebutkan di koran, itu nyambung sama saya.
Tapi, begitu saya dipanggil, saya di SWITCH untuk posisi Back Office, sebagai Bank Operations Staff. Dengan berbagai pemikiran, saya mau, namun tetap menegaskan, “Saya lebih bergembira jika saya bisa bekerja di bidang saya.”
Tak disangka, saya lulus terus, semua interview yang dijalankan pake bahasa inggris juga terasa lancar, orang Jepang yang mewawancarai saya juga terlihat menyenangkan. Terakhir medical check-up, lalu saya dinyatakan diterima. Sempat ada opini dari teman saya yang bilang...”Are you sure? Kayaknya bukan lo banget deh...,”
Namun itu semua kalah oleh rasa bangga saya, harga diri, prestise kerja di bank asing, dan juga kebahagiaan orang tua saya. Yah memang...Alhamdulillah banget...meski ketika memeluk mama dan papa saya, hati kecil saya bertanya..., ”Apa benar ini yang saya mau?” Namun, kegembiraan dan kelegaan mereka, membuat semua itu sirna, saya tidak tega untuk bilang saya ragu kepada mereka. Bagi saya, selama mereka masih ada, saya ingin melihat mereka bahagia.
Kenapa saya ragu? Satu sisi, saya memang ingiiin sekali kerja di situ, saya senang, tapi yang bikin saya setengah2, saya akan melalui pekerjaan yang sepertinya bukan bidang saya. Saya malah jadi sedih sendiri, buat apa mama sama papa ngeluarin biaya gede2 untuk saya kuliah jurusan pi-ar kalau nantinya apa yang saya dapat tidak dapat saya implementasikan dengan baik??
Tapi, papa dan mama masih merasa bangga, terlebih, ketika ada yang bertanya, ”anaknya kerja dimana?”
”Di sini...,” yah namanya juga orang tua...ya kan?
Lalu, lalu, lalu, saya pun menerimanya, setelah sebelumnya saya menolak penerimaan kerja yang lain, karena melihat mama dan papa setengah hati, kelihatan sekali mereka ingin saya menunggu hasil dari bank asing itu. Mereka bilang, ”Sabar saja lah nak, siapa tahu kamu diterima di bank itu...,”
Kemudian, saya pun training...Awal-awal, saya pikir, ya udah deh, kita coba, kali aja ada yang ngerti, kali aja ditaronya di promotion, kan masih belum tahu ditempatkan di department mana..EEEHHH....Masya Allah, jujur..ternyata selama 5 hari training, yang nyangkut di otak dikiiit banget, saya benar2 ngerasa, ini bukan dunia saya..., terlalu banyak berhubungan dengan angka, dan lagi-lagi..itu bukan dunia saya. Ekonomi saya dulu merah, Akuntansi juga merah, mata kuliah statistik saya lulusnya pas-pasan, itu juga boleh minta bantuan sana-sini. Makanya, skripsi saya kualitatif, bukan kuanti, saya lebih suka ngemeng daripada begituan. Oke, saya bisalah kalo menghitung [apalagi duit yang masuk kantong! Hehe], tapi untuk lebih detail, BIG NO NO!! Saya pun dimasukkan ke bank operations, bukan planning n promotion seperti yang saya inginkan sebelumnya...
Klo secara gaji...saya dapat benefit, bgus lah..., lingkungannya juga enak, saya probition 3 bulan yang belum tentu lulus, tapi peraturan ketat banget, saya malah ngerasa ruang lingkup saya jadi terbatas nantinya, karena semua orang disana sudah wanti-wanti klo jam kerjanya pulang malam terus, contohnya hari ini saya pulang jam 9 malam. Bahkan mereka bilang minggu depan siap2 pulang jam 11 malam atau jam 1 pagi. Mengeluh?? Saya nggak mau mengeluh sebenarnya…tapi sekali lagi, ini hanya bukan bidang saya.
Klo masalah jam pulang malam, hmm...saya pernah pulang malam juga, untuk kerjaan yang saya sangat enjoy, yaitu event organizer.
Pada intinya saya nggak mau terlalu ngoyo dalam mengais rejeki, saya masih ingin melakukan berbagai aktivitas lain di luar kantor, such as mengurus bisnis saya, TROST EO, dan merintis bisnis warung makan yang sedang saya rencanakan. Dan yang paling penting, saya nggak mau waktu saya dengan keluarga saya terbatas, apalagi dengan suami saya nanti, saya nggak mau suami saya malah tergantung sama pembantu. Saya ingin menjadi ibu rumah tangga yang baik, istri yang baik, dengan tetap membantu keuangan keluarga. Namun saya merasa, sepertinya nanti akan sulit seprti itu.
Beberapa orang bilang, jalani dulu lah, kan masih hari pertama, tapi ya..Ya Allah...saya nih nggak bersyukur banget ya...*diam*
Hm...saya tadi menyelesaikan semua tugas yang ada, saya bisa, hanya saja.........jiwa saya tidak berada bersama saya tadi. Saya malah jadi sedih sendiri...
Gaji lumayan, tempat prestise, tapi kok saya malah sedih?
Di cerita yang lain, ketika saya sedang melamar-lamar pekerjaan, dan merasa sudah hopeless. Saya akhirnya mengiyakan tawaran mama untuk menitipkan saya pada kantornya yang dulu. Mama menawarkan ini sudah lama, tapi terkadang mama suka bilang, ”Eh nggak deng, kayaknya tempat kerja mama yang dulu mulai nggak beres deh.” Jadinya saya sempat meragu. Lagipula, saya ingin usaha sendiri dulu, tanpa bantuan orang dalam, saya ingin tahu sampai mana kemampuan saya..., tapi...lantaran susah bener dapat kerjaan, saya pun melamar ke kantor mama. Saya dititipkan langsung pada direksinya. [nah lo!!??] hehe, tapi mama bilang secara tegas, ”Tolong sesuai prosedur ya, Pak. Kalau anak saya tidak lulus, ya jangan dilulus-luluskan. Apa adanya saja.”
Saya pun menjalani tes, lagi-lagi tentang ekonomi, bedanya ini tentang asuransi, saya mengerti sedikit-sedikit, meski ada beberapa pertanyaan yang saya kosongkan, namun ketika menghitung premi saya semangat. Mungkin karena mama sudah puluhan tahun bekerja di asuransi dan tekadang mama rajin menerangkan asuransi pada anak-anaknya, jadi saya mengerti. Tahap pertama? Alhamdulillah lulus. Lalu saya pun interview dengan Kabag-nya, cerita punya cerita, saya akan ditempatkan di Human Resources Department, sebagai Recruitment and Training [nyambung sama psychology yang pernah saya pelajari laah..]. Di sini bawaan saya nyantai, nggak ada beban keinginan orang tua, karena meskipun mama jebolan situ, mama tidak terlalu excite klo saya kerja di situ. Alhamdulillah lagi, si Kabag bilang.., ”I need a person like you to work with me, i like you.”
Saya pun kaget, waww…secara kemaren2 gue ditolak mulu kerjaannya..yah..latian otak mulu sih yak? Learn from experience lah..
Intinya, si bank asing dengan perusahaan asuransi ini kejar2an lah. Namun akhirnya bank asing ini yang lebih dulu announce saya diterima. Tak lama sesudahnya, saya dinyatakan diterima di kantor mama. Tahu saya sudah bekerja di bank asing, Kabag bilang sama saya kalau dia kecewa sekali, dia mengharapkan saya bisa bekerja di sana.Ini yang dia tawarkan pada saya,
1. gaji memang tak sebesar di bank itu, tapi kamu bisa pulang on time dan punya banyak waktu mengurus yang lain. Apalagi kalau kamu punya suami nanti.
2. kamu nggak terlalu capek
3. yang penting kerja, nggak usah ngegenk.
4. kamu langsung bekerja 2 way communication sama saya.
5. bank asing itu memang punya nama besar, tapi setiap perusahaan itu selalu ingin maju, dan itulah yang akan kita lakukan.
6. Dinda mau gaji berapa?
7. Saya pernah kerja di bank korea dan cina yang juga flownya padat, skarang Dinda rasakan dulu bekerja disana, saya tunggu sebulan, perusahaan kami membutuhkan.
”Bukan karena Anda anaknya siapa, tapi karena Anda mampu, kalau Anda tidak percaya, sempatkanlah main ke sini, lihat sendiri semua hasil tesnya.”
Sumpah ya...saya tiba-tiba mau nangis, saya diam seribu bahasa, sumpah saya binguuuung… Saya ingin bekerja di tempat mama sekarang ini, mengingat saya ada rencana berkeluarga dalam waktu dekat ini, saya ingiiin sekali bisa berada di rumah lebih dulu daripada suami saya, dan rasanya saya bisa mewujudkannya jika bekerja di kantor mama. Memang, kantor mama tidak ada apa-apanya dibandingkan kantor saya yang sekarang, tapi ya itu tadi, saya nggak mau ngoyo..., tugas saya mencari kerja itu kan hanya memback-up suami. Bukan ngotot untuk gaji lebih besar dari suami.
Mungkin beberapa orang yang orientasinya uang-uang dan uang terus menerus akan bilang saya bodoh. Saya nggak bodoh kok, saya tahu apa yang saya mau...
Tapi melihat mama dan papa saya...saya nggak tega...saya yakin mereka pasti akan kecewa. Mereka akan beranggapan saya ini nggak pernah puas, nggak betah-an, mengecewakan mereka. Saya nggak mau buat mereka seperti itu. Jad sampai sekarang saya tahan-tahan aja. Saya sembunyikan rapat2 rasa tak nyaman saya.
Saya sendiri punya rencana mau survey ke beberapa karyawan tempat mama bekerja dulu, baiknya gimana? Enak atau nggak?
Saya juga mau shalat istikharah..
Tapi teman-teman, di luar saya shalat istikharah, menurut kalian apa yang harus saya lakukan ya??? Salah nggak sih saya bingung seperti ini?? Saya punya waktu 1 bulan, bahkan kurang, untuk menentukan pilihan hidup saya!
Setiap manusia memiliki selera, pendapat, anggapan, pilihan hidup yang berbeda-beda. Hanya satu yang sama, yaitu kita memiliki tujuan hidup, meski lagi-lagi tujuan hidup seperti apakah yang membedakan. Lalu, setiap orang pun memiliki keinginan, bakat, kecerdasan, kemampuan, cita-cita, ketertarikan atas sesuatu, serta kebutuhan hidup yang juga berbeda.
Inti sari seperti itulah yang menjadi dasar curhatan saya...
Mungkin kalau kalian membacanya, banyak prejudice yang mampir, bilang saya banyak maunya lah, saya pilah-pilih lah, saya nggak bersyukurlah, atau juga kata ”WAJAR”, ”GPP”. Instead of, I feel myself like that.
As a fresh graduate, i applied so many job vacancies in many companies, which surely, i apply for a suitable job that relate to my degree, which is Public Relations, Communication. Selama saya belajar Pi-ar, yang saya rasa saya belajar hampir semua, Advertising, Marketing, Media Massa, Photography, Psychology, MC, Legal, Management, until the Public Relations itself. Dalam setiap lamaran, saya selalu melamar untuk posisi yang nyambung sama background saya. Indeed, sekarang banyak kasus salah jurusan, tapi saya, masih dengan pemikiran dan idealisnya saya, saya sebisa mungkin menghindari hal tersebut. Saya sendiri pernah merasa ”Kok rasanya gue salah ambil jurusan ya?”
Contoh, di setiap job fair, paling banyak dibutuhkan tehnik, IT, yang begitu2lah..jarang buat Pi-ar, tapi ya..namanya belum rejeki. Saya juga selalu melihat job description di setiap job vacancy, sekiranya itu pernah saya pelajari, misal admin, saya masih mau.. tapi klo marketing saya nggak mau, meskipun saya belajar, tapi Pi-Ar dengan Marketing itu berbeda.
Okay..saya akan cerita satu persatu hal-hal yang membuat saya dilema..
one day, saya diterima di salah satu bank asing di Indonesia, nggak tanggung2, Bank itu termasuk dalam 5 besar bank di dunia. Bangga dong… Siapa sih yang nggak bangga? Apalagi saya mendapatkannya dengan usaha sendiri, ini salah satu achievement saya, ternyata saya capable. Saya mampu masuk Bank itu. Sebenarnya, saya melamar sudah lamaa sekali, sekitar bulan november tahun lalu, sewaktu saya belum mendapatkan ijazah, baru SKL [surat keterangan lulus], dan itu untuk posisi Planning Officer. Dimana secara job description yang disebutkan di koran, itu nyambung sama saya.
Tapi, begitu saya dipanggil, saya di SWITCH untuk posisi Back Office, sebagai Bank Operations Staff. Dengan berbagai pemikiran, saya mau, namun tetap menegaskan, “Saya lebih bergembira jika saya bisa bekerja di bidang saya.”
Tak disangka, saya lulus terus, semua interview yang dijalankan pake bahasa inggris juga terasa lancar, orang Jepang yang mewawancarai saya juga terlihat menyenangkan. Terakhir medical check-up, lalu saya dinyatakan diterima. Sempat ada opini dari teman saya yang bilang...”Are you sure? Kayaknya bukan lo banget deh...,”
Namun itu semua kalah oleh rasa bangga saya, harga diri, prestise kerja di bank asing, dan juga kebahagiaan orang tua saya. Yah memang...Alhamdulillah banget...meski ketika memeluk mama dan papa saya, hati kecil saya bertanya..., ”Apa benar ini yang saya mau?” Namun, kegembiraan dan kelegaan mereka, membuat semua itu sirna, saya tidak tega untuk bilang saya ragu kepada mereka. Bagi saya, selama mereka masih ada, saya ingin melihat mereka bahagia.
Kenapa saya ragu? Satu sisi, saya memang ingiiin sekali kerja di situ, saya senang, tapi yang bikin saya setengah2, saya akan melalui pekerjaan yang sepertinya bukan bidang saya. Saya malah jadi sedih sendiri, buat apa mama sama papa ngeluarin biaya gede2 untuk saya kuliah jurusan pi-ar kalau nantinya apa yang saya dapat tidak dapat saya implementasikan dengan baik??
Tapi, papa dan mama masih merasa bangga, terlebih, ketika ada yang bertanya, ”anaknya kerja dimana?”
”Di sini...,” yah namanya juga orang tua...ya kan?
Lalu, lalu, lalu, saya pun menerimanya, setelah sebelumnya saya menolak penerimaan kerja yang lain, karena melihat mama dan papa setengah hati, kelihatan sekali mereka ingin saya menunggu hasil dari bank asing itu. Mereka bilang, ”Sabar saja lah nak, siapa tahu kamu diterima di bank itu...,”
Kemudian, saya pun training...Awal-awal, saya pikir, ya udah deh, kita coba, kali aja ada yang ngerti, kali aja ditaronya di promotion, kan masih belum tahu ditempatkan di department mana..EEEHHH....Masya Allah, jujur..ternyata selama 5 hari training, yang nyangkut di otak dikiiit banget, saya benar2 ngerasa, ini bukan dunia saya..., terlalu banyak berhubungan dengan angka, dan lagi-lagi..itu bukan dunia saya. Ekonomi saya dulu merah, Akuntansi juga merah, mata kuliah statistik saya lulusnya pas-pasan, itu juga boleh minta bantuan sana-sini. Makanya, skripsi saya kualitatif, bukan kuanti, saya lebih suka ngemeng daripada begituan. Oke, saya bisalah kalo menghitung [apalagi duit yang masuk kantong! Hehe], tapi untuk lebih detail, BIG NO NO!! Saya pun dimasukkan ke bank operations, bukan planning n promotion seperti yang saya inginkan sebelumnya...
Klo secara gaji...saya dapat benefit, bgus lah..., lingkungannya juga enak, saya probition 3 bulan yang belum tentu lulus, tapi peraturan ketat banget, saya malah ngerasa ruang lingkup saya jadi terbatas nantinya, karena semua orang disana sudah wanti-wanti klo jam kerjanya pulang malam terus, contohnya hari ini saya pulang jam 9 malam. Bahkan mereka bilang minggu depan siap2 pulang jam 11 malam atau jam 1 pagi. Mengeluh?? Saya nggak mau mengeluh sebenarnya…tapi sekali lagi, ini hanya bukan bidang saya.
Klo masalah jam pulang malam, hmm...saya pernah pulang malam juga, untuk kerjaan yang saya sangat enjoy, yaitu event organizer.
Pada intinya saya nggak mau terlalu ngoyo dalam mengais rejeki, saya masih ingin melakukan berbagai aktivitas lain di luar kantor, such as mengurus bisnis saya, TROST EO, dan merintis bisnis warung makan yang sedang saya rencanakan. Dan yang paling penting, saya nggak mau waktu saya dengan keluarga saya terbatas, apalagi dengan suami saya nanti, saya nggak mau suami saya malah tergantung sama pembantu. Saya ingin menjadi ibu rumah tangga yang baik, istri yang baik, dengan tetap membantu keuangan keluarga. Namun saya merasa, sepertinya nanti akan sulit seprti itu.
Beberapa orang bilang, jalani dulu lah, kan masih hari pertama, tapi ya..Ya Allah...saya nih nggak bersyukur banget ya...*diam*
Hm...saya tadi menyelesaikan semua tugas yang ada, saya bisa, hanya saja.........jiwa saya tidak berada bersama saya tadi. Saya malah jadi sedih sendiri...
Gaji lumayan, tempat prestise, tapi kok saya malah sedih?
Di cerita yang lain, ketika saya sedang melamar-lamar pekerjaan, dan merasa sudah hopeless. Saya akhirnya mengiyakan tawaran mama untuk menitipkan saya pada kantornya yang dulu. Mama menawarkan ini sudah lama, tapi terkadang mama suka bilang, ”Eh nggak deng, kayaknya tempat kerja mama yang dulu mulai nggak beres deh.” Jadinya saya sempat meragu. Lagipula, saya ingin usaha sendiri dulu, tanpa bantuan orang dalam, saya ingin tahu sampai mana kemampuan saya..., tapi...lantaran susah bener dapat kerjaan, saya pun melamar ke kantor mama. Saya dititipkan langsung pada direksinya. [nah lo!!??] hehe, tapi mama bilang secara tegas, ”Tolong sesuai prosedur ya, Pak. Kalau anak saya tidak lulus, ya jangan dilulus-luluskan. Apa adanya saja.”
Saya pun menjalani tes, lagi-lagi tentang ekonomi, bedanya ini tentang asuransi, saya mengerti sedikit-sedikit, meski ada beberapa pertanyaan yang saya kosongkan, namun ketika menghitung premi saya semangat. Mungkin karena mama sudah puluhan tahun bekerja di asuransi dan tekadang mama rajin menerangkan asuransi pada anak-anaknya, jadi saya mengerti. Tahap pertama? Alhamdulillah lulus. Lalu saya pun interview dengan Kabag-nya, cerita punya cerita, saya akan ditempatkan di Human Resources Department, sebagai Recruitment and Training [nyambung sama psychology yang pernah saya pelajari laah..]. Di sini bawaan saya nyantai, nggak ada beban keinginan orang tua, karena meskipun mama jebolan situ, mama tidak terlalu excite klo saya kerja di situ. Alhamdulillah lagi, si Kabag bilang.., ”I need a person like you to work with me, i like you.”
Saya pun kaget, waww…secara kemaren2 gue ditolak mulu kerjaannya..yah..latian otak mulu sih yak? Learn from experience lah..
Intinya, si bank asing dengan perusahaan asuransi ini kejar2an lah. Namun akhirnya bank asing ini yang lebih dulu announce saya diterima. Tak lama sesudahnya, saya dinyatakan diterima di kantor mama. Tahu saya sudah bekerja di bank asing, Kabag bilang sama saya kalau dia kecewa sekali, dia mengharapkan saya bisa bekerja di sana.Ini yang dia tawarkan pada saya,
1. gaji memang tak sebesar di bank itu, tapi kamu bisa pulang on time dan punya banyak waktu mengurus yang lain. Apalagi kalau kamu punya suami nanti.
2. kamu nggak terlalu capek
3. yang penting kerja, nggak usah ngegenk.
4. kamu langsung bekerja 2 way communication sama saya.
5. bank asing itu memang punya nama besar, tapi setiap perusahaan itu selalu ingin maju, dan itulah yang akan kita lakukan.
6. Dinda mau gaji berapa?
7. Saya pernah kerja di bank korea dan cina yang juga flownya padat, skarang Dinda rasakan dulu bekerja disana, saya tunggu sebulan, perusahaan kami membutuhkan.
”Bukan karena Anda anaknya siapa, tapi karena Anda mampu, kalau Anda tidak percaya, sempatkanlah main ke sini, lihat sendiri semua hasil tesnya.”
Sumpah ya...saya tiba-tiba mau nangis, saya diam seribu bahasa, sumpah saya binguuuung… Saya ingin bekerja di tempat mama sekarang ini, mengingat saya ada rencana berkeluarga dalam waktu dekat ini, saya ingiiin sekali bisa berada di rumah lebih dulu daripada suami saya, dan rasanya saya bisa mewujudkannya jika bekerja di kantor mama. Memang, kantor mama tidak ada apa-apanya dibandingkan kantor saya yang sekarang, tapi ya itu tadi, saya nggak mau ngoyo..., tugas saya mencari kerja itu kan hanya memback-up suami. Bukan ngotot untuk gaji lebih besar dari suami.
Mungkin beberapa orang yang orientasinya uang-uang dan uang terus menerus akan bilang saya bodoh. Saya nggak bodoh kok, saya tahu apa yang saya mau...
Tapi melihat mama dan papa saya...saya nggak tega...saya yakin mereka pasti akan kecewa. Mereka akan beranggapan saya ini nggak pernah puas, nggak betah-an, mengecewakan mereka. Saya nggak mau buat mereka seperti itu. Jad sampai sekarang saya tahan-tahan aja. Saya sembunyikan rapat2 rasa tak nyaman saya.
Saya sendiri punya rencana mau survey ke beberapa karyawan tempat mama bekerja dulu, baiknya gimana? Enak atau nggak?
Saya juga mau shalat istikharah..
Tapi teman-teman, di luar saya shalat istikharah, menurut kalian apa yang harus saya lakukan ya??? Salah nggak sih saya bingung seperti ini?? Saya punya waktu 1 bulan, bahkan kurang, untuk menentukan pilihan hidup saya!
5 comments:
Keep supporting you whatever yout choice is..
pertanyaan pertama adalah, apa ada pekerjaan yang pertama kali masuk kita langsung bisa?
NO, belajar lagi. Learning by doing.
Pertanyaan kedua adalah, apakah cuma Anda yang merasa pada awalnya tidak cocok dengan pekerjaan yang baru dimasuki?
Banyak banget. Jelajahi dulu sebelum mengambil kesimpulan lebih jauh. Coba dulu sebelum menyerah.
Pengalaman adalah sumber ilmu paling bermanfaat.
mbak, saya cuma bisa kasih sedikit komentar. pikirkan lagi dengan tenang tujuan mbak utk bekerja itu apa.
Saya sangat terharu dg tujuan mbak bekerja adalah utk back up keluarga dg tanpa meninggalkan kewajiban sbg istri.
sebab masalah sering timbul dari pasangan yg sama2 bekerja. Hingga bila kita tdk pandai2 mengatur peran utama kita masing2 dalam keluarga bs jd pemicu keretakan rumah tangga.
inilah yg sama alami sekarang.
@ nomad..
Maksiih ya...
@ imoetz
Iya sih jeeng, nggak tahu lah ya..,:) maacih juga
@ imansyah
thanks hun
klo gw lit si, body clock neng DJ belum menyesuaikan dengan ritme nya si jepun, jadi wajar klo agak kaget. Feeling kita cocok, suka atau ngga dengan suatu kerjaan (pengalaman gw) baru keliatan at least setelah kita nyelam sambil minum aer, makan terumbu karang, kayang bareng ikan-ikan di kerjaan kita selama tidak kurang dari 1 tahun, kenapa? karena kita jadi lebih mengerti sistem, body clock kita sudah terbiasa, lingkungan mulai adapt dengan kita (sementara kita harus bisa adapt lebih dulu dg lingkungan dalam atleast 3 bulan atau 6 bulan untuk "geek introverter" spt gw) then u can decide whether u love it, u like it, or i quit!
just an opinion
[bila sakit berlanjut jangan hubungi dokter]
titip: salam buat mbu yang tambah mbu-let
Post a Comment