Saturday, March 29, 2008

Quote from Inspiration Article

Sita, pekerja kantoran yang menjadi pengusaha di bidang bunga dan penataan pesta, sebelumnya dia manager pemasaran di bidang real estate.

“Sekarang aku nggak perlu menyeret tubuhku lagi untuk masuk kerja dan melakukan tugas-tugas yang membosankan. Aku tidak mau lagi, ibaratnya, separuh hidup.”
Sita akui dirinya terlambat karena ragu-ragu melangkah lantaran soal uang. Dia terlalu lama menikmati dalam suatu comfort zone dengan gaji lumayan ditinggi yang ditambah berbagai tunjangan dan insentif.


Mary Lou Quinland, pendiri dan CEO biro konsultansi Just Ask Woman USA

“Ambil secarik kertas kosong, bagi dua kolom : apa yang kita sukai dan apa yang tidak kita sukai. Kolom suka telah menyemangatiku untuk berhenti bekerja dan memulai usaha. Aku merasa bangga akan diriku yang kuanggap cukup berani. Sampai ketika bebenah kantor, aku menemukan daftar serupa yang kubuat sepeuluh tahun yang lalu. Jadi rupanya aku sudah lama tahu impianku, tapi belum cukup yakin.”

“Kita cenderung mendambakan karier yang sempurna, yang selalu membuat hisup lebih bergairah, sekaligus menghasilkan uang yang jauh lebih banyak daripada pendapatan kita selama ini. Padahal, mungkin yang kita dambakan bukanlah sesuatu yang mahabesar melainkan beberapa hal kecil yang membuat kita bahagia yang terkadang mendatangkan keuntungan atau hanya menghasilkan pas-pasan saja, dan sesekali malah merugi.”


Sharmy, Arsitek

“Bicara soal uang pemasukan, memang relative kecil dibandingkan pekerjaan dahulu sebagai konsultan di perusahaan property terkemuka. Tetapi prinsip saya adalah, lebih baik miskin daripada batin tersiksa, sebab bagi saya, bekerja sesuai dengan kata hati, akan memberikan kebahagiaan tersendiri.”


Barry Schwartz, penulis buku The Paradox of Choice:Why More is Less?

“Sedikit pilihan akan membantu kita untuk lebih mudah mengambil keputusan. Sayangnya banyak orang cenderung menjadi maximazer, yang berharap dengan banyaknya pilihan, akan lebih mudah menemukan pilihan yang sempurna. Nyatanya, mereka kecewa ketika gagal menemukan pilihan sempurna. Paradoks di kehidupan modern.”


Majalah Pesona

Memang tidak ada pilihan yang sempurna. Setiap pilihan, sekecil apapun, akan membawa konsekuensi, bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Selama ini kita sering tidak menyadari di balik suatu pilihan sederhana, kita dapat memberikan kontribusi lebih kepada orang lain.

Proses memilih, lakukan dengan:
1. meditasi atau berdoa sambil bertanya apa yang sebenarnya kita inginkan dan yakinlah

kita dapat memilih yang terbaik.
2. persempit pilihan dan pelajari semua konsekuensi dengan seksama.
3. rasakan apa yang muncul di hati sampai kita menemukan pilihan yang memberi

ketenangan secara konstan
4. ikuti kata hati dan tentukan pilihan kita.


Mungkin saya mau menambahkan, banyaklah minta pendapat orang lain, tetapi jangan jadikan pendapat orang lain sebagai perintah buat kita, karena semua kembali lagi pada kita, saran, kritikan, masukan hanya membantu kita berpikir, namun keputusan tetap pada logika dan hati kita.

Terima kasih banyaaak buat Majalah Pesona, meski edisi tahun 2006, artikelnya bener2 memberikan inspirasi buat saya…

~manfaatkan waktu tiduuur~

No comments:

Featured Post

Celoteh si Ambu Yang Kerja Kantoran

Tulisan ini saya kirim ke Stiletto Book untuk ikut audisi A Cup of Tea : Working Mom Sayangnya belum rejeki, jadi saya berbagi di sini ...