Sudah lama sekali, postingan ini nangkring di DRAFT, belum sempat saya lengkapi, terlalu banyak pengalaman dan kata-kata untuk bercerita nih, jadinya malah jadi bingung gitu mau cerita apa.
Ini cerita tahun lalu, 2008. Hari Minggu itu, saya mendapatkan sebuah kesempatan langka untuk jalan-jalan ke salah satu Pulau di Kepulauan Seribu. Sebenarnya ini bukan sekedar perjalanan semata, atau berlibur, bukan sama sekali. Jalan-jalan dan menikmati keindahan laut serta suasana misteri sekaligus sejarah hanya sebuah efek dari pekerjaan saat itu.
Alhamdulillah, saat itu saya dipercaya untuk menjadi MC di sebuah acara Pembukaan Taman Museum Arkeolog Pulau Onrust dan sekitarnya, sebuah kehormatan bisa ngemsi di depan para petinggi DKI Jakarta, khususnya Dinas Pariwisata...tenang..belum sampai ngemsi depan Gubernur DKI kok, meski pengennya siih...haha...
Sejak dulu, kepengen banget jalan-jalan ke pulau-pulau yang ada di Kepulauan Seribu, dan ternyata pijakan saya yang pertama nyangkut di Pulau Onrust, diambil dari kata Onrust dalam Bahasa Belanda yang berarti UNREST atau pulau yang sering disebut Pulau Tanpa Istirahat, Pulau yang seringkali dibangun, meski telah dihancurkan beberapa kali oleh Bangsa Inggris ketika perang, yang tanpa istirahat oleh Belanda digunakan untuk kepentingan-kepentingan mereka, seperti pelabuhan, tempat galangan kapal, benteng pertahanan, karantina jemaah haji Indonesia, rumah sakit, pengasingan pasien kusta, sampai ke penjara Belanda.
Sewaktu menginjakkan kaki di Pulau Onrust, sejujurnya nih, saya merasakan hawa-hawa gimanaaa gitu, bukan berarti saya memiliki indera ke-6 sih, tapi terasa aja kalau Pulau Onrust ini sedikit bermurung, seakan bermuram durja karena ingin mengatakan kesaksian mereka atas bermacam kejadian disana, namun tak bisa, mereka hanya saksi bisu semata.
Yang pasti, hawa pantainya terasa sekali, saya malah semakin tertantang untuk menelusuri Pulau ini sampai ke belakang-belakangnya. Pulau ini tidak besar, malah rasanya Gelora Bung Karno jauh lebih besar ketimbang Pulau Onrust, mungkin dahulu kala Pulau ini tidak seperti sekarang ini, mungkin saja lebih luas, kita tidak boleh melupakan fenomena alam seperti Abrasi yang nggak bisa dihindari sehingga membuat Pulau Onrust dan Pulau-Pulau kecil bersejarah di Kepulauan Seribu mengecil dan nyaris menghilang, bahkan beberapa pulau di sana, sudah ada yang tak nampak karena Abrasi tersebut.
Di sekeliling Pulau Onrust terlihat bekas reruntuhan Benteng jaman Belanda, rusak dan tak terawat. Pohon-pohon besar tumbuh di sana. Tak banyak penduduk, karena di sana hanya sebagai tempat transit dan juga berdagang saja. Saya sempat berbicara dengan orang sana, disana kalaupun ada orang yang tinggal paling banyak juga 5 orang.
Terdapat sebuah Mushola (Alhamdulillah) kecil juga, toilet yang airnya juga kurang bagus, well...laut gitu loh, serta bangunan kecil yang bisa digunakan sebagai tempat menginap untuk keperluan seperti event, penelitian, atau kemping.
Dari dermaga Pulau Onrust, terlihat Benteng Motello di Pulau Kelor, saya takjub melihatnya, bangunan Belanda itu memang sungguh memberikan seni yang sangat memikat hati!
Kemudian saya berjalan-jalan lagi lebih dalam, ada museum Pulau Onrust lagi, disana terdapat barang-barang peninggalan yang ditemukan di Pulau Onrust, seperti senjata, sampai pecahan guci/keramik yang diduga berasal dari Tionghoa, mengingat banyaknya kapal dagang transit di Pulau Onrust.
Menelusuri lebih dalam, terdapat reruntuhan, yang lebih jelas terlihat sih Pohon Super Gede yang menyeramkan, di depannya ada plang BARAK KARANTINA HAJI. Menurut sejarah yang saya baca mengenai Pulau Onrust, dahulu kala, para calon jamaah haji Indonesia yang akan berangkat harus melalui pos di Pulau Onrust, dan yang baru saja pulang dari Tanah Suci wajib dikarantina terlebih dahulu di sini, Oerang Belanda khawatir bahwa jamaah haji tersebut akan membawa berbagai macam penyakit dari sana, dan akan membahayakan mereka..*tega banget yak*.
Di depan Barak Karantina Haji, terdapat bangunan (yang saya yakini sumpah pasti serem banget) tak berpenghuni, ngelihat jendelanya saja, saya langsung merinding, gelap tak bernyawa, dahulu di sana merupakan rumah sakit bagi para penderita TBC dan juga Kusta.
Ini cerita tahun lalu, 2008. Hari Minggu itu, saya mendapatkan sebuah kesempatan langka untuk jalan-jalan ke salah satu Pulau di Kepulauan Seribu. Sebenarnya ini bukan sekedar perjalanan semata, atau berlibur, bukan sama sekali. Jalan-jalan dan menikmati keindahan laut serta suasana misteri sekaligus sejarah hanya sebuah efek dari pekerjaan saat itu.
Alhamdulillah, saat itu saya dipercaya untuk menjadi MC di sebuah acara Pembukaan Taman Museum Arkeolog Pulau Onrust dan sekitarnya, sebuah kehormatan bisa ngemsi di depan para petinggi DKI Jakarta, khususnya Dinas Pariwisata...tenang..belum sampai ngemsi depan Gubernur DKI kok, meski pengennya siih...haha...
Sejak dulu, kepengen banget jalan-jalan ke pulau-pulau yang ada di Kepulauan Seribu, dan ternyata pijakan saya yang pertama nyangkut di Pulau Onrust, diambil dari kata Onrust dalam Bahasa Belanda yang berarti UNREST atau pulau yang sering disebut Pulau Tanpa Istirahat, Pulau yang seringkali dibangun, meski telah dihancurkan beberapa kali oleh Bangsa Inggris ketika perang, yang tanpa istirahat oleh Belanda digunakan untuk kepentingan-kepentingan mereka, seperti pelabuhan, tempat galangan kapal, benteng pertahanan, karantina jemaah haji Indonesia, rumah sakit, pengasingan pasien kusta, sampai ke penjara Belanda.
Sewaktu menginjakkan kaki di Pulau Onrust, sejujurnya nih, saya merasakan hawa-hawa gimanaaa gitu, bukan berarti saya memiliki indera ke-6 sih, tapi terasa aja kalau Pulau Onrust ini sedikit bermurung, seakan bermuram durja karena ingin mengatakan kesaksian mereka atas bermacam kejadian disana, namun tak bisa, mereka hanya saksi bisu semata.
Yang pasti, hawa pantainya terasa sekali, saya malah semakin tertantang untuk menelusuri Pulau ini sampai ke belakang-belakangnya. Pulau ini tidak besar, malah rasanya Gelora Bung Karno jauh lebih besar ketimbang Pulau Onrust, mungkin dahulu kala Pulau ini tidak seperti sekarang ini, mungkin saja lebih luas, kita tidak boleh melupakan fenomena alam seperti Abrasi yang nggak bisa dihindari sehingga membuat Pulau Onrust dan Pulau-Pulau kecil bersejarah di Kepulauan Seribu mengecil dan nyaris menghilang, bahkan beberapa pulau di sana, sudah ada yang tak nampak karena Abrasi tersebut.
Di sekeliling Pulau Onrust terlihat bekas reruntuhan Benteng jaman Belanda, rusak dan tak terawat. Pohon-pohon besar tumbuh di sana. Tak banyak penduduk, karena di sana hanya sebagai tempat transit dan juga berdagang saja. Saya sempat berbicara dengan orang sana, disana kalaupun ada orang yang tinggal paling banyak juga 5 orang.
Terdapat sebuah Mushola (Alhamdulillah) kecil juga, toilet yang airnya juga kurang bagus, well...laut gitu loh, serta bangunan kecil yang bisa digunakan sebagai tempat menginap untuk keperluan seperti event, penelitian, atau kemping.
Dari dermaga Pulau Onrust, terlihat Benteng Motello di Pulau Kelor, saya takjub melihatnya, bangunan Belanda itu memang sungguh memberikan seni yang sangat memikat hati!
Kemudian saya berjalan-jalan lagi lebih dalam, ada museum Pulau Onrust lagi, disana terdapat barang-barang peninggalan yang ditemukan di Pulau Onrust, seperti senjata, sampai pecahan guci/keramik yang diduga berasal dari Tionghoa, mengingat banyaknya kapal dagang transit di Pulau Onrust.
Menelusuri lebih dalam, terdapat reruntuhan, yang lebih jelas terlihat sih Pohon Super Gede yang menyeramkan, di depannya ada plang BARAK KARANTINA HAJI. Menurut sejarah yang saya baca mengenai Pulau Onrust, dahulu kala, para calon jamaah haji Indonesia yang akan berangkat harus melalui pos di Pulau Onrust, dan yang baru saja pulang dari Tanah Suci wajib dikarantina terlebih dahulu di sini, Oerang Belanda khawatir bahwa jamaah haji tersebut akan membawa berbagai macam penyakit dari sana, dan akan membahayakan mereka..*tega banget yak*.
Di depan Barak Karantina Haji, terdapat bangunan (yang saya yakini sumpah pasti serem banget) tak berpenghuni, ngelihat jendelanya saja, saya langsung merinding, gelap tak bernyawa, dahulu di sana merupakan rumah sakit bagi para penderita TBC dan juga Kusta.
Perjalanan paling ujung adalah yang paling menantang, ketika saya memasuki Pemakaman Belanda. Whoo.... meski jantung ibarat lagi di-dribble, saya sih malah nekat masuk aja, lihat-lihat makam-makamnya, nah ada satu makam yang sangat sangaaat terkenal, yaitu makam seorang Noni bernama Maria.
Konon, menurut cerita, Maria mati dengan cara yang tragis, dia bunuh diri, macam-macam cerita mengatakan dia bunuh diri dengan menegak racun, ada yang bilang mengiris tangannya, entahlah cerita yang bener yang mana. Orang-orang sana bercerita, bahwa suaminya yang orang Ambon (atau Niger ya) dikirim untuk berperang, namun lama menanti bertahun-tahun tak ada kabar sama sekali dari sang suami, ia pun putus asa, dan bunuh diri.
Teman saya yang Abang Kepulauan Seribu serta orang-orang sana juga bilang, sosok Maria sudah tak aneh jika dia muncul tiba-tiba, berjalan dengan gaun putih panjang dan rambutnya yang indah, serta dengan tangisan yang menyayat hati, tidaklah hal yang aneh bagi penduduk di Pulau Onrust (Hii..).
"Dia sosok hantu wanita yang super cantik, bule banget, awalnya memang seram dan takut banget, tapi lama-lama udah biasa sih, apalagi dia memang cantik, meski sudah menjadi arwah."
Waah, pokoknya seru banget deh waktu itu, biarkata cuma sebentar, tapi saya senang banget dapat kesempatan seperti itu.
Mulai terkikisnya situs sejarah di Kepulauan Seribu akibat Abrasi dan juga tangan-tangan jahil membuat Dinas Pariwisata merasa sangat perlu menjaga bangunan sejarah yang tersisa di pulau-pulau, rencananya, mereka akan membangun kembali bangunan yang kurang lebih akan sama dengan tampilan jaman Belanda, yang berbeda hanya bahan bangunannya untuk pondasi yang lebih kuat agar bisa menghindari Abrasi.
Mudah-mudahan ya, sisa sejarah yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia ini tidak akan pudar, secaraa....banyak banget gitu peninggalannya!
Konon, menurut cerita, Maria mati dengan cara yang tragis, dia bunuh diri, macam-macam cerita mengatakan dia bunuh diri dengan menegak racun, ada yang bilang mengiris tangannya, entahlah cerita yang bener yang mana. Orang-orang sana bercerita, bahwa suaminya yang orang Ambon (atau Niger ya) dikirim untuk berperang, namun lama menanti bertahun-tahun tak ada kabar sama sekali dari sang suami, ia pun putus asa, dan bunuh diri.
Teman saya yang Abang Kepulauan Seribu serta orang-orang sana juga bilang, sosok Maria sudah tak aneh jika dia muncul tiba-tiba, berjalan dengan gaun putih panjang dan rambutnya yang indah, serta dengan tangisan yang menyayat hati, tidaklah hal yang aneh bagi penduduk di Pulau Onrust (Hii..).
"Dia sosok hantu wanita yang super cantik, bule banget, awalnya memang seram dan takut banget, tapi lama-lama udah biasa sih, apalagi dia memang cantik, meski sudah menjadi arwah."
Waah, pokoknya seru banget deh waktu itu, biarkata cuma sebentar, tapi saya senang banget dapat kesempatan seperti itu.
Mulai terkikisnya situs sejarah di Kepulauan Seribu akibat Abrasi dan juga tangan-tangan jahil membuat Dinas Pariwisata merasa sangat perlu menjaga bangunan sejarah yang tersisa di pulau-pulau, rencananya, mereka akan membangun kembali bangunan yang kurang lebih akan sama dengan tampilan jaman Belanda, yang berbeda hanya bahan bangunannya untuk pondasi yang lebih kuat agar bisa menghindari Abrasi.
Mudah-mudahan ya, sisa sejarah yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia ini tidak akan pudar, secaraa....banyak banget gitu peninggalannya!
4 comments:
dengan rencana pemugaran itu semoga tidak pudar dan selalu berpendar keindahannya...
merdeka
:D
wah seru nih jalan-jalannya..
mo ketemu ma noni lande aaa...
Post a Comment