Ambu Dinda: Menemani dan Ditemani

Kata orang, bulan Ramadhan itu bulan yang sangat spesial dan dirahmati oleh Alloh swt, orang-orang juga bilang bahwa momen bulan Ramadhan jangan sampai terlewatkan karena kita hanya bertemu setahun sekali, jadi perbanyaklah dengan kegiatan-kegiatan positif. Belum lagi, bulan Ramadhan juga ibaratnya bulan dimana setiap doa InsyaAlloh akan dijabah oleh Allaah swt.

Pasti, saya setuju.

Namun terus terang, Ramadhan tahun 2019 ini agak terasa berat untuk saya. Bisa dibilang ini mungkin titik terendah saya dalam hidup. Hehe. Tolong, jangan dianggap ini sebagai ngeluh atau tidak bersyukur. Sebagai manusia, menurut saya pribadi, rasanya wajar merasa seperti ini. Eh buat saya lho yaaa, dan tujuan saya menulis hal ini adalah sebagai bentuk sharing. Mungkin, siapa tahu, bilamana, ada yang bernasib atau merasakan hal yang sama dengan saya.

Kenapa sih Din? Hmm.. ya gitu deh, manusia hanya bisa berencana, kembali lagi, Allaah Yang Maha Menentukan. Alhamdulillah, awal Ramadhan, keluarga kami diberi nikmat oleh-Nya melalui penyakit mama yang datang tiba-tiba di hari Sabtu, 4 Mei kemarin. Niat hari Minggu-nya kita mau kumpul, mau munggahan, makan-makan dan mama masakin makanan kesukaan kami, yaitu sop buntut. Qadarullah, Mama kena serangan jantung dan segera mungkin kami bawa ke rumah sakit Harapan Kita. Alhamdulillah operasi lancar meski akhirnya kita tahu bahwa penyakit mama sudah menjalar ke organ tubuh yang lain gegara Diabet-nya.

11 hari di rumah sakit emang gak pernah mudah buat kita, tapi Alhamdulillah gegara itu, kami tiga bersaudara jadi semakin dekat dan kompak. Sering kumpul, ngobrol demi kesembuhan mama. Biasanya, adaaa aja rasa egois atau yang bikin kita gedeg, tapi kali ini kita kesampingkan semua. Jujur, biasanya menjelang Ramadhan, agenda saya cukup padat. Gak setiap hari ada agenda sih, namun biasanya ada saja yang saya kerjakan. Beberapa acara iftar, acara sosial, safari taraweh, atau hal lain yang membuat saya merasa Ramadhan lebih berarti. Tapi kali ini memang betul-betul berbeda.

It breaks my heart a lot lihat kondisi mama. Bergantian menjaga pun harus membuat kondisi kami dalam keadaan fit terus. Begitu mama keluar RS, mama pun diboyong untuk tinggal di rumah saya, saya dan suami bersedia, sehingga hal tersebut membuat waktu-waktu saya lebih banyak saya habiskan di rumah, mengurus mama yang beberapa hari tinggal di rumah saya, selalu memanggil untuk minta ini itu. MasyaAlloh.

Dan dasar si drama, di tengah-tengah ngurus mama saat di rumah, sesekali pastinya saya mengecek hp, medsos, misalnya instagram, namun yang ada kok ya lihat instagram orang aku kek ngerasa sendirian aja gitu? Lihat teman-teman di IG mereka berkarya, tertawa, iftar bersama di sana sini. Iri? Dikit. Tapi setiap merasa seperti itu, harus selalu istigfar juga. Sementara saya? Ah, tapi saya selalu tepis perasaan itu, hingga akhirnya saya merasa, untuk beberapa permasalahan hidup yang sedang saya hadapi saat itu, tidak ada respon sama sekali.

Bukan tidak ada yang mendoakan Mama, bukaan. Alhamdulillah, yang sayang sama Mama banyak, begitu banyak teman mendoakan untuk kesembuhannya. Namun kemarin, saya sempat hmm....katakanlah saya membutuhkan bantuan atau minimal support dari orang-orang terdekat saya, mungkin saya yang berekspektasi lebih, mungkin saya yang ingin diperhatikan lebih, tapi disitulah saya merasa : where are they? orang-orang yang saya anggap dekat, saya minta tolong, susah. Ya sibuk, ya tidak digubris, ya lama sekali responnya. Dan pada saat itulah saya merasa sendirian.

Jangan ditiru ya si drama queen ini. Mungkin disitulah saya lagi diuji, dimana titik terendah saya diminta untuk lebih banyak berdoa pada Gusti Allah swt, banyak minta padanya, bukan ke orang. Di situ ibaratnya saya berpikir mungkin saya gak boleh banyak berharap pada orang, mungkin memang ini saatnya saya urus diri saya sendiri, saya mengontrol emosi saya, ini kesempatan saya untuk lebih mengenal diri saya sendiri dan bagaimana mengatasi musuh saya saat itu yaitu : diri saya sendiri.

Kayak misalnya apa sih, Din ? Kok lo merasa tidak ada yang bantu. Kan ada suami? Iya ada, dia bantu bangeet, mau dimintai tolong, cuman nasib bersuamikan laki yang kalau kasih perhatian tetap macam kanebo kering, ya begitu dah masih suka bikin bertanya2, ya elaah laki gue ngapa kaku amaat siih 😑😅, bini minta dipeluk aja, dipeluk sih tapi ditepok2 macam orang lagi pelukan ama sesama rekan kerja. hahahah. Luar biasa banget emang bersyukur punya laki begitu. Dan jujur, iya, saya masih butuh apa ya namanya support moral lah ya dari teman, tapi pas beberapa kali mau curhat, teman lagi sibuk, jadi nimpalinnya sesekali. Gak nyalahin dia, kasian juga kan dia lagi ribet, masa diribetin lagi sama urusan kita?
Belum lagi waktu minta bantuan tetangga, bukannya dijawab, malah dihajar lagi sama jualanan2nya mereka. Gemes banget. Mendadak butuh supir atau asisten tambahan. Ada juga kalau pas lagi minta tolong cepat, yang ditelepon atau di WA lamaaaa sekali balasnya dan tidak menjawab pertanyaan saya. Ada juga tu yaaa yang orang terdekat banget, kalau dimintain tolong buanyak banget alasannya. Mau ngamuk tapi ntar malah nambah dosa. Nah di saat seperti itulah saya ngahuleung. Kenapa ya ini? Dan jeng jeeng di situlah langsung mellow merasa sendiri, terus gue nangis dong.

Namun, di saat seperti itu, di tengah kepenatan nyaris mau menyerah dan di tengah isak tangis sembunyi-sembunyi, saya berpikir hal yang lain, ini adalah hikmah Ramadhan tahun ini yang lebih spesial. Karena kesabaran saya lebih diuji, jauh sangat diuji.. terlebih lagi, saya menghabiskan waktu lebih banyak sama mama meski dalam keadaan yang tidak terlalu menyenangkan. Rasanya tuh gimana gitu ya, dulu tangan beliau-lah yang mengurus saya, sekarang gantian. Satu sisi, bersyukur bisa punya kesempatan itu, tapi satu sisi juga diri saya bertanya-tanya.. kenapa juga musti dengan keadaan kayak begini? Yang tiap malam mendengar rintihannya, tiap malam berdebat menyuruh beliau makan, selalu panik setiap malam.

Iya, saya bersyukur punya kesempatan mengurus mama, mandiin mama, nyuapin beliau, hal-hal yang kalau dipikir-pikir, itulah yang dia lakukan pada saya saat kecil dulu. Belum lagi mengatasi emosi tidak stabil-nya mama pasca operasi.

Orang-orang pun bilang, ini pahalanya besar banget. Tapi bukan itu sih yang saya pikirkan sejak kemarin, saya mikirnya, sing penting mama sehat, bagaimana cara mama sehat, saya gak butuh-butuh amat dipijat, walau pengen juga ^o^, tapi dari kesemua itu, sepertinya yang saya butuhkan adalah dukungan moril.

Bismillah, ini jadi pembelajaran juga bagi saya, ntuk lebih mengerti orang, untuk lebih paham bahwa menemani atau mendengarkan atau bahkan sentuhan dapat membantu orang yang sedang dalam masalah, bahwa betul kata instagram @rintiksedu