Lets talk about Marriage Things…
Akhir-akhir ini selalu datang pertanyaan semacam iklan Agus Ringgo di tipi kepadaku yang adalah…”KAPAN KAWIN?”, hanya saja diganti lebih halus dengan..”KAPAN MENIKAH?”
Dan pertanyaan itu selalu datang ketika aku sendiri, maupun ketika sedang bersama si Akang Tembem. Ditambah lagi pertanyaan itu datang dari berbagai macam orang! HAAAH….
Kerasa banget waktu pernikahan Maya kemaren, saat aku membawa dan launching perkenalan Akang kepada keluarga besar Papa. Maklum, pertemuan keluarga besar Papa selalu terjadi ketika ada sepupuku yang menikah… Ditambah lagi, sisa 3 orang para sepupu yang masih single. Aku, The Wida, dan A Ucu. Jadi, siapa yang datang dan belum menikah, habis kena godaan, ledekan dan pertanyaan, “KAPAN MENYUSUL?”
To be honest..ini pertama kalinya aku berada di dalam situasi pertanyaan2 seperti itu, padahal sebelumnya, nggak ada satupun orang yang bertanya hal itu BAHKAN mereka tidak menganggap aku dan pacarku yang sebelumnya serius, jadi mereka hanya bilang…MOGA2 AWET. That’s it! Nggak ada pertanyaan apapun! (mungkin karena masih dianggap bau kencur banget saat itu)
Tapi sekarang!!?? Ya..ya..aku sekarang sudah tahu seperti apa rasanya orang2 yang ditanyakan seperti itu..dan Teh Wida selalu membesarkan hatiku dengan berkata, “Maybe because you’re 22 now, Jangan kaget, welcome to my world..pertanyaan itu tidak akan berhenti sampai mereka benar2 melihat kita menikah..you’re lucky..baru ditanyain sekarang dan di saat lo udah bawa dia (melirik Akang). Sedangkan gue?? Sampe detik ini masih mengalami pertanyaan seperti itu dari mulai masih punya pacar sampe gue jomblo lagi..santai aja lah..karier dulu aja, you’re still young, while me..Desember nanti 26! Sisa tiga toh di keluarga besar kita??”
She laughed then, so sweet, wise n humble..(She’s a high Quality JomBlo!!ayo para pria, dekati dia..!)
Di dalam hubunganku yang sekarang, aku merasa teman2 aku yang jauh lebih rempong dan galak dibandingkan aku dan keluarga aku yang notabene meminta aku untuk serius, tapi santai dan bawa ikhlas…
Nggak dimana2, teman2ku malah sering ngasih petuah, nasehatin, wejangan, jampi2 akan hubungan aku dan Akang, yang pada intinya adalah :
“Sekarang udah 22, tanpa lo sadari, orientasi hubungan lo udah beda, yang serius dong, jangan jelalatan lagi, segalanya musti dipikirin, udah nggak lucu klo pacaran putus lagi, dijaga lah sebisa mungkin sampe merid..”
walhasil, aku ngangguk2 aja, bahkan terkadang shock sedikit, karena beberapa petuah dilontarkan oleh teman aku yang agak mble’e, eh ternyata doi bisa serius..(thanks, Rug!)
Akhirnya…setelah melalui beberapa proses observasi, depth interview, experience of loves, sharing story, listening…muncullah pemikiranku mengenai pandangan sebuah PERNIKAHAN…
What’s that? Here’s my thought about marriage (from my side of course..)
Pernikahan memang bukan sesuatu yang gampang, karena menyatukan dua karakter yang berbeda, ditambah lagi, it’s not only about 2 humans. But also, it’s about 2 families bounded with the marriage…
Definetely the issue not only about the character, but also the habit, the culture, and the family tree.
Setelah berbicara dengan Ige, aku menerima suatu konsep baru yang pasti tidak semuanya aku setuju. Yang menikah bukan hanya KITA, tapi kesemuanya yang kita miliki di sekeliling kita ibaratnya juga ikut dinikahkan. Hal tersebut akan membentuk pribadi kita untuk tidak menjadi egois.
Ketika mendengar pendapat Ige mengenai menikah itu ternyata bukan hanya masalah SIAP atau TIDAK SIAP, tetapi marilah untuk beberapa hal kata SIAP tersebut kita ganti menjadi kata MAU..,aku sedikit setuju.
Bukan selalu pertanyaan : “SIAP NGGAK YA SAYA HIDUP DENGAN DIA DI RUMAH KONTRAKAN KECIL?”
“SIAP NGGAK YA SAYA HIDUP DENGAN PENDAPATAN BULANAN SEGINI DENGAN DIA?”
atau sebuah pernyataan : “YA SAYA SIAP MENJALANI HIDUP DENGAN DIA MESKIPUN DENGAN PENDAPATAN SEGINI.”
Mengapa tidak kita coba ubah dengan pertanyaan :
“MAU NGGAK YA SAYA HIDUP DENGAN DIA DI RUMAH KONTRAKAN KECIL ITU?”
dan pernyataaan :
“YA, SAYA MAU HIDUP DENGAN DIA MESKIPUN DENGAN PENDAPATAN SEGINI.”
Aku pikir..ada benarnya juga, karena dengan kata awal MAU, kita akan mancari cara dan strategi, bagaimana cara mencapai mau kita? Seperti kata kuno bilang, dimana ada keinginan, di situ pasti ada jalan..dan dimana keinginan dan kemauan itu ada serta kuat, mulailah terbentuk rasa SIAP itu, kenapa? Karena kita ingin dan mau.
Kalau hanya sebuah kata SIAP saja yang terlontar, aku khawatir pencarian jawaban dan jati diri akan kesiapan itu akan lama dan mungkin masih mencari-cari..
Tetapi bukan berarti kata SIAP itu salah, oh tentu tidak. Selalu dibutuhkan persiapan dan kemantapan, SIAP akan selalu ada dalam sebuah perencanaan pernikahan. Aku hanya berpendapat, jangan jadikan kata SIAP itu sebuah paranoia bagi kita yang ingin menikah, namun justru dijadikan semangat, tetapi dengan yang itu tadi…singkirkan keraguan kita dengan kata MAU. Sebesar apakah MAU kita yang bisa menentukan kesiapan kita…
Selanjutnya…harus banyak menabung dan investasi, biaya hidup memang tinggi, tapi yang paling penting, kita nggak mau kan keturunan kita mendapatkan pendidikan yang tidak baik?
Lalu, setelah melihat beberapa temanku yang menikah lalu tinggalnya berjauhan, aku berpikir sebaiknya sebisa mungkin harus dihindari tinggal berjauhan setelah menikah,,singkirkan egois yang satu ingin tinggal di sini, yang satu ingin tinggal disana..usahakan selalu bersama-sama dan yang harus berberat hati mengalah dalam hal ini baiknya wanita..meskipun sebelumnya harus dimusyawarahkan dulu tho’? tapi klo keadaannya memaksa ya ikhlaskan saja, namun…
Lakukan komunikasi yang baik, seperti Ayah Yogas dan Bunda Lina, kakak2ku, komunikasi lancar dan perkembangan anak selalu diberitahu, meskipun jarak memisahkan mereka, makanya untuk irit uang, pake XL-gratisan..:P
Mereka juga saling pengertian, Ayah nggak harus setiap minggu nengokin, kadang malah satu bulan sekali, mencoba mengerti saja bahwa klo harus tiap minggu akan membuat biaya hidup meningkat.
Di satu sisi, legowo dan nrimo dibutuhkan, akan tetapi, mereka berdua harus saling mengisi, contohnya nggak harus Ayah yang kesana, tapi Bunda yang ke Jakarta..
Bentuk sebuah kepercayaan, tapi tetap harus hati2..hanya saja hati2nya jangan overreact..pasangan malah jadi risih. Intinya kepercayaan no.1 dan kita harus menjaga serta waspada agar kepercayaan itu tidak rusak…
Sering2 kasih perhatian, layani pasangan sebaik mungkin, jangan pernah mengeluh, syukuri nikmat yang udah dikasih Allah..
Kerja Sama! Menurut sepupu2ku, uwa2ku, kakak2ku, dan mama papa sendiri, kerja sama dalam pernikahan itu penting, karena tanpa kerja sama yang baik rumah tangga bisa acak-kadul, yah ibarat OSIS yang nggak ada kerja sama malah jadi kacau. Misalnya : Isteri lagi repot ngurus rumah, lalu anak rewel, yang sebaiknya dilakukan suami adalah membawa jalan2 si anak, ajak maen, sampai anteng, untuk berikan waktu kepada isteri mengurus rumah…nanti klo urusan rumah udah beres enak kan mau ngapa2in?
Selalu open-minded, belajar menerima kritikan dari pasangan, dan selalu mau berubah menjadi lebih baik.
Berusaha menerima ketidaksempurnaan pasangan kita dengan sempurna..(itu kata Tante Jolie), penting banget tuh, jangan ngelihat ke atas mulu, toh kita juga tak sesempurna itu bukan?
saling menghargai dan menyenangkan hati pasangan meskipun diri kita sendiri merasa kurang sreg dan mau meledek, misalnya rambut pasangan kita dicat atau dipotong, dan kita nggak suka atau pengen ketawa, baiknya, jawab seperti ini : “Sayang, kamu cantik sekali, tapi kenapa dipotong? Aku suka kamu apapun penampilan kamu, tanpa ada perubahan penampilan kamu pun, kamu sudah memiliki hati aku, mau ngecengin siapa sih?” *halaah..* (kasih candaan dan senyum yang paling bijak, sehingga pasangan kita jadi merasa nggak enak, ini namanya asertif..J)….nah yang di kasih saran harus bisa nerima..hehe
Saling menghargai juga terjadi untuk impian masing2 yang kita punya, hargai dan hormati impian masing2 selain memikirkan impian kita berdua..
Melihat orang yang menikah muda, terkadang suka jadi suuzhon.. (ya nggak?hehe) tapi ternyata nggak selalu begitu kan, yah contohnya saja beberapa temanku yang sudah menikah, buat mereka, yang penting SAH! Nggak perlu takut mo ngapa2in di depan umum juga, mereka menghindari hal2 yang nantinya jadi fitnah (Iya!!)
Pacaran ntar aja setelah nikah, nggak perlu lama2 pacaran tapi bukan berarti juga baru kenal sehari langsung nikah kan?
Jadi menurut aku, klo udah sama2 cocok, sama2 direstuin, nggak harus nikah mewah kan? Akad nikah, undang orang2 terdekat saja, selesai. Mau ada resepsi? Silahkan..tapi nabung dulu..
Enak sepertinya seperti itu, hehe..mau survey buat persiapan resepsi udah santai, tenang, mau menunjukkan tindakan afeksi depan orang udah nggak masalah, mau foto pra wedding yang mesra2n juga hayu..!
Kata dr.Boyke, pemberian afeksi yang rutin dan continue itu sangat berpengaruh pada kelanggengan pernikahan. Kata dr.Boyke lagi, setelah menikah, sering2 dikasih body cantact sebagai bentuk afeksi, kalau perlu jika suami atau isteri lagi marah, dipeluk saja, atau dicium saja, daripada berdebat, namun sayangnya sebagian besar wanita itu jika ada masalah, inginnya diomongin langsung..intinya sih tahan emosi, mendingan cooling down dulu saja klo lagi ada masalah..atau langsung ke kamar berduaan? Boleeeh…(eh kata dr.Boyke tuh!!hehe)
Sering2 beribadah bareng, shalat bareng, ngaji bareng, pengajian bareng, unsur kegiatan spiritual yang selalu ada membuat hati tenang dan tentram..
Lalu..ikhlas! ikhlasin aja semua hal yang nggak ngenakkin, terima dengan lapang dada namun tetap berusaha!
Semua ini hasil pengamatan beberapa pasangan loh.., juga hasil wawancara, yah semuanyalah…
Hey..this is my thought loh..boleh banget orang nggak setuju..Aku memang masih 22, masih hijau, masih kecil, tapi bukan berarti aku menutup diri kepada segala cerita tentang pernikahan yang mampir kepada aku. Buat aku, semuanya itu bisa menjadikan sebuah pelajaran dan pemikiran. Lagipula..bukankah UMUR ITU MUTLAK tetapi menjadi DEWASA ITU ADALAH PILIHAN? Klo ada pengalaman lagi, aku mau mendengar..agar lebih banyak tahu lagi..everything..maybe include the “BATTLE NIGHT”?hehe…:)