with BabZ...my bestfriends..boo...cupliiiss beeett
cemps, laura, ige, lyta, and me..
(waktu ema masih ada..miss her)
~Syadza Muhammad Fadhlan Erlangga~
~Danendra Shafiq Ar Rais~
Sebelumnya mau minta maaf dulu sama akangku nih…karena jadinya cerita kayak beginian…tapi according beberapa waktu terakhir ini curhat2 colongan dari temen2 datang menghampiri tentang kehidupan percintaan yang nggak indah apalagi most of them terdapat kata2..SAKIT HATI dan SUSAH LUPAnya..jadi kepengen banget sharing story disini…dengan harapan secara gak langsung bisa menyisipkan sebuah makna akan cinta, pengorbanan, dan lagi2 keikhlasan…(mudah2an)
I started to know a guy when I was in elementary school…but I started to know love when I was in junior high school…keinget banget saat itu yang namanya Love At The First Sight terjadi banget sama saya, padahal sebelumnya saya nggak percaya…cerita kenal dia panjang dan lucu, dia pemain saxophone di salah satu band ska yang cukup dikenal pada jaman itu…
Singkat cerita…, kita mulai telepon2an, semacam fans, siapa yang nggak kesengsem dengan pria ganteng, ramah, baik hati, menyenangkan, pintar banget, jago main musik dan romantis.. Sayangnya, pikir2 memang nggak mungkin dia lirik abg ini, wong dia udah punya pacar, ditambah pacarnya galak dan posesif, terlebih lagi beda umur kita jauh banget, 8 tahun!
One day, dia nelepon saya, tanya kabar, lalu tanpa kita sadari seiring berjalannya waktu, saya menjadi tempat curhat buat dia lewat telepon meski itu jam 2 pagi sekalipun… yang dia ceritain adalah tentang dia, impian dia, cita-cita dia, keluarga dia, sampai hal yang saya sendiri kaget, tentang rasa tak nyamannya dia bersama pacarnya. Saat itu saya hanya bisa mendengarkan saja, walaupun sebenernya geregetan, keluhannya selalu sama, dia tahu apa yang dia mau, tapi dia plin plan!
Tapi karena saya jatuh cinta padanya, saya rela jadi ‘tempat sampah’ buat dia. YA, itu cinta, tapi baru kusadari sekarang, itu bodoh.
AA, begitu dia dipanggil, dan dia selalu memanggil nama lengkap saya, Dinda…
Singkat singkat singkat, saya SMA dan si Aa mau S2 di Amrik, dan seminggu sebelum dia berangkat ke Amrik, si Aa bilang sayang sama saya, dengan bertangis2an sedikit, akhirnya kita berdua bisa dibilang jadian…
SALAH banget! Kita berdua sama-sama mendua…
2 bulan pertama semua kerasa baik2 aja, tapi bulan berikutnya dia nggak pernah kontak lagi, at the end lewat telepon dia memutuskan hubungan kita berdua.. nangis? Sudah pasti…lagi2 pundak phine, sahabatku, yang saya pinjam, sakiiit banget rasanya, karena pertama kali saya ngerasain yang namanya cinta sama dia..
Setelah sempat lost contact dengan si aa cukup lama…kita mulai menjalin komunikasi lagi dan kita pun keep in touch tanpa mengungkit perasaan yang dulu, meski sebenernya saya masih sayaaaang banget sama dia, tapi saya pendam saja..
beberapa kali saya coba melupakan si aa, tapi rasanya kok susah, selalu aja keinget dia, nyebeliiin banget, karena seakan2 saya nggak boleh jauh dari dia, dan ternyata memang benar, ketika kita berdua berdebat tentang perasaan masing2, dia bilang : “Aa hanya nggak mau kamu pergi dari hidup aa. Itu aja, dan tentang bagaimana kelanjutannya nanti, aa nggak tau.”
Selfish? Ya. Lagi2 keluar air mata buat dia, dan phine rasanya sudah emosi pengen nonjok si aa.
Semua hal tentang dia itu bener2 nggak bisa dimengerti, saya nggak tau apa maunya, tiba-tiba dia menelepon sambil menangis bilang dia udah tunangan dan mau menikah, dia minta maaf sama saya atas semua hal yang pernah dia lakukan yang bikin saya kecewa, dia bilang dia meratapi dirinya yang nggak pernah bisa tegas, sekarang dia sebenernya nggak mau menikah dengan ceweknya…
Dengan tangisan juga kujawab, “Dia pasti bisa menjadi istri yang baik buat kamu…”
Singkat cerita sekarang semua udah berakhir, karena dari saya sendiri udah berani bertanya : MAUNYA APA?
Setelah dia jawab hanya teman. Oke, semua udah jelas. Tutup buku dengan Aa.
Guys..Saya pernah mencintai laki-laki itu bertahun-tahun lamanya, semenjak saya SMP, sampai kejadian selesainya awal tahun 2007. Dan itu adalah terakhir kalinya saya nangisin dia. Nggak guna dan nggak penting…
Syukur Alhamdulillah tiba-tiba aja setelah nangis seharian, meski mata membengkak ketika harus rapat reuni, saya udah nggak kepikiran dia lagi. Baiknya nggak usah kenal, capeeek bangeet…
Di satu sisi, saya nggak bisa pungkiri, Memang…jatuh cinta padanya buat saya itu indah banget, karena dia ngajarin saya cinta secara nggak langsung, apa-apa yang saya rasain ke dia adalah cinta, pengorbanan, dan ikhlas…tahu tanpa ada sentuhan fisik, kita berdua saling mencintai dan menjaga. Dan biarpun dia lebih banyak buat saya menangis ketimbang senangnya, saya nggak menyesal sama sekali, saya malah bersyukur sama Allah saya bisa mengenal dia, mungkin kalau tidak mengenal dia, saya tidak akan bisa belajar dewasa dengan sendirinya. Ya, melalui aa, saya menemukan proses pencarian jati diri, pendewasaan diri dan inspirasi dalam hidup saya, meski aa tidak secara langsung mengajarkannya kepada saya.
Tapi ternyata banyak juga hal-hal pada dirinya yang membuat dia tidak pantas untuk saya cintai, saya sendiri kadang masih suka berpikir, kenapa bisa? Kenapa baru sekarang sih semuanya musnah?
Saya memang susah untuk lupa dia, sangat susah. Kenapa? terkadang kita lupa 1 hal. Kita terlalu asyik membiarkan diri kita mencintai seseorang meski rasa sakit lebih sering datang menghampiri, justru kita seringnya menikmati untuk mengingat-ingat dia, menangisi dia, meratapi dia…
Hal-hal seperti itulah yang saya tepis dan buang jauh-jauh untuk bisa lupa sama dia secara sempurna. Ironisnya adalah tadinya saya pikir dengan adanya kehadiran orang lain yang bisa saya sayangi akan membantu saya melupakan si Aa. Namun ternyata JELAS-JELAS bukan orang lain, bukan pelarian yang akan menyelesaikan masalah, tetapi jalannya LOGIKA yang jernih dari diri kita sendiri untuk menolak menjadi budak cinta terus menerus.
Mulailah saya berpikir, bahwa selama ini dia terlalu plin plan. Buktinya, pada akhirnya dia memutuskan hubungan dengan pacarnya setelah bertahun-tahun pacaran. Dari situ terlihat.. he wasn’t man enough for me.
Lalu, saya berpikir lagi…apapun usaha saya, every single tears yang saya keluarin nggak akan buat dia jatuh cinta lagi sama saya. Jadi buat apa masih bertahan mencintai orang yang sudah jelas tidak akan menengok lagi kepada saya?
Selanjutnya adalah saya menelaah ke masa lalu, apa selama ini saya bahagia jika mengingatnya? Berapa banyak perbandingan tawa dan tangis selama mencintainya? Dan ternyata lebih banyak tangis daripada tawa, itu artinya…saya tidak pernah benar-benar merasa bahagia ketika bersamanya. Lalu apakah saya selama ini merasa nyaman bersamanya? Setelah saya benar2 berpikir jernih ternyta saya menemukan jawaban TIDAK untuk yang satu ini, hmm…dipikir2 saya jarang banget menjadi diri saya sendiri ketika bersamanya, saya selalu menjaga diri saya untuk tidak pecicilan, berdandan agak sedikit dewasa, ah pokoknya jaim banget, yang artinya…saya TIDAK menjadi DIRI SAYA ketika bersama dia, jarang sekali tuh saya becanda2 yang sampe tertawa terbahak2.
Logika saya sekarang adalah jika saya cinta, saya harus nyaman, dan ketika nyaman saya bisa menjadi diri saya sendiri, semua itu tidak terjadi pada diri saya ketika bersamanya. Artinya SAYA MEMANG CINTA DIA tapi SAYA TIDAK NYAMAN BERSAMANYA…
Satu hal yang paling penting adalah…
Banyak cara untuk mencintai seseorang…tapi sayangnya nggak banyak cara untuk bisa dicintai dengan cara yang sama oleh orang yang sama…
Kemudian lagi-lagi…Saya memang menginginkan dia setengah mati waktu itu, tapi saya mungkin tidak membutuhkannya…itu yang Allah berikan kepada saya…
Huff, lagi-lagi saya minta maaf pada akang karena harus menceritakan hal ini, saya sangat berharap pengalaman saya ini bisa memberikan secercah pintu logika buat semua yang sedang mengalami hal seperti ini…
Kuncinya itu ada di diri kita, bukan di orang lain…berkaca dari pengalaman saya yang ini…janganlah mencintai orang lain terlalu dalam, karena terkadang kita sebagai manusia belum tentu terlalu siap untuk tidak dicintai…:>
Teman SMA-ku pernah bilang…she’s my ex’s exgirlfriend, xixi, Too Much Love Will Kill You. I think she’s right. Hm..no think, but I’m sure.
God bless y’all…mwah..
(this is special dedicated to Dis dan tante yang kemaren curhat)
Tulisan ini saya kirim ke Stiletto Book untuk ikut audisi A Cup of Tea : Working Mom Sayangnya belum rejeki, jadi saya berbagi di sini ...